Saya mendapat tugas dari kantor saya untuk pergi ke kota Solo menemui kepala cabang di sana untuk suatu pekerjaan yang memakan waktu lamanya 3 hari. Di hari terakhir setelah kerjaan saya rampung saya dengan wakil kepala cabang yang bernama Ibu Ria menghadap kepala cabang untuk melaporkan status pekerjaan. Setelah berbasa-basi dan acara lapor melapor selesai maka saya pamit kembali ke hotel untuk beristirahat.
Ketika saya keluar dari ruang kepala cabang, saya mampir dulu ke ruangan Ibu Ria. Sesampainya di ruangan Ibu Ria saya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. "Mau minum kopi dulu nggak Jim...?" tanya Ibu Ria. "Wah... boleh juga tuh bu...!" jawab saya. "Kamu nggak buru-buru mau balik ke Hotel kan Jim...!" tanya Ibu Ria sambil order kopi ke office boy. "Enggak Bu...! lagian besok keretanya berangkat siang kok..." jawab saya sambil menghisap rokok yang sudah terselip di bibir. Tidak beberapa lama dua cangkir kopi yang dipesan oleh Ibu Ria diantar oleh office boy, tapi eh... office girl sebab dia perempuan tuh. Waktu saya perhatikan ternyata itu perempuan cukup oke juga wajah maupun bodinya. Tahu saya melihati terus itu perempuan tanpa berkedip Ibu Ria menyeletuk, "Hoooi... Jim... lu tuh kalau ngeliat jidat licin jangan melotot gitu dong...!" Saking malunya, muka saya sampai terasa panas, "Ah... Ibu.. engga koq...!" sahut saya sekenanya. "Emang kamu belum berkeluarga Jim...?" tanya Ibu Ria sambil dia mengambil rokok saya yang ada di meja. "Belum Bu, saya masih 'single fighter' nih...!" jawab saya sambil menyalakan korek zippo saya buat rokok Ibu Ria. "Kalau Ibu tawarin kamu cewek yang tadi buat nemeni kamu malem ini mau nggak Jim...?" tanya Ibu Ria bikin saya kaget. "Haah... apa.. Bu...?" saya yang lagi nyeruput kopi di cangkir sedikit tersedak, untung nggak tumpah. "Aduh... nggak usah kaget gitu Jim, Ibu ngerti kalau masalah itu siih, sudah deh... nanti Ibu urus bereees... ok!" "Waah... gimana yah Bu... eeehhmm...!" saya masih belum bisa berbicara. "Ya... sudah kamu tunggu di sini yah... sebentar... jangan kemana-mana! eh... kamu di kamar berapa Jim..?" tanya Ibu Ria sambil berdiri. "Saya di kamar 215, Bu!" sahut saya sambil tersenyum. Enggak berapa lama Ibu Ria kembali bersama perempuan itu dan berkata, "Jimmy ini kenalin...!" Saya sambut tangan itu perempuan sambil menyebut nama saya, "Jimmy..." Perempuan tersebut membalas, "Saya Santi Mas...!" sambil menunduk. Santi ternyata sudah ganti pakaian dengan mengenakan kaos oblong putih ketat dan celana Blue Jeans belel. "Cakep juga nih cewek, Ibu Ria tau saja selera orang", saya berkata dalam hati. "Ya.. sudah Jim... kalau gitu.. saya anter ke hotel deh sekalian!" Ibu Ria berkata begitu sambil membereskan mejanya dan mengambil kunci mobilnya.
Akhirnya kita bertiga beriringan keluar dari kantor sekitar jam 9 malam menuju ke hotel tempat saya menginap. Selama perjalanan ke hotel Santi lebih banyak diam sambil tersenyum mendengarkan obrolan saya dengan Ibu Ria. Sesampainya di hotel saya dan Santi turun dari mobil dan saya langsung menghampiri Ibu Ria dan berbisik, "Enggak ikut mampir Bu?" "Ah, Jimmy... pakai basa-basi... sudah sana nanti keburu dingin... ok.. Jim, sampai ketemu lagi yah... bye..!" Setelah berkata begitu Ibu Ria langsung tancap gas. Tinggallah saya dengan Santi di depan lobby hotel. "Ayo deh San... kita ke kamar saja!" ajak saya ke Santi. "Iya Mas!" jawab Santi sambil tersenyum. Sambil jalan ke kamar, saya perhatikan ini perempuan mukanya lumayan manis, kulit kuning, rambut lurus sebahu, pinggulnya besar, dan dadanya lumayan besar kira-kira 34B dan kelihatannya masih cukup kencang. Sesampai di dalam kamar saya tawarkan si Santi minum, "Mau minum apa San...?" tawar saya. "Ya.. apa saja lah Mas...! engga usah repot-repot", jawabnya. Akhirnya saya buka kulkas minibar dan saya ambil dua kaleng soft drink dan saya kasih satu ke Santi. Santi duduk di sofa samping saya sambil mulai minum dan saya segera buka sepatu saya dan ganti dengan sandal kamar. "Sudah lama kenal Ibu Ria...?" tanya saya. "Lumayan Mas... soalnya saya kost di rumahnya", jawab Santi lagi. "Ooo... gitu yah...!" pantesan Ibu Ria bisa tahu kalau nih perempuan "bispak". "Waduh... badan saya capek sekali... San, kamu bisa mijet engga, tolongin saya mau yah...?" sembari berkata begitu saya langsung rebahan di tempat tidur dan melepaskan semua baju dan celana hingga tinggal celana dalam. saya lihat si Santi sudah beranjak dari sofa menghampiri saya sambil berkata, "Enggak begitu pinter sih Mas... tapi saya coba yah...!" Setelah berkata demikian Santi ikut naik ke ranjang dan mulai memijat badan saya. Pertama-tama saya dipijat sambil tengkurap dan otomatis begitu tangan Santi mulai memijat badan saya, penis saya langsung mengeras, ternyata saya sudah horny nih, pikir saya dalam hati. Lumayan juga pijatan Santi, dan nggak berapa lama saya balik badan dan si Santi tepat di atas saya mulai memijat bagian pundak saya. Tangan saya mulai beraksi, pertama saya elus-elus paha dia yang masih pakai celana jeans, dan perlahan tapi pasti saya mulai membuka celananya dan saya lihat dia diam saja. Waktu celana jeans-nya sudah copot, saya lihat wah... mulusss sekali... bikin saya makin horny saja. Santi masih mengenakan CD berwarna krem dan pakaian atasnya masih komplit. Tangan saya gerilya lagi tapi kali ini pindah kebagian dadanya, saya elus-elus payudaranya yang masih mengenakan bra dengan lembut seakan takut pecah. Akibat elusan tangan saya si Santi kelihatan juga horny dan pijatan tangannya sudah nggak karuan berubah menjadi remasan.
Berhubung saya sudah horny berat, langsung saja saya rebahkan si Santi di ranjang. "San... saya buka semua baju kamu yah...?" tanpa menunggu jawaban lagi langsung saya buka kaos, bra, dan CD-nya beruntun hingga Santi menjadi telanjang bulat. Wuuuiiih... body nih perempuan oke punya, payudaranya ternyata benar-benar masih kencang, asyik punya. "Masss... bajunya belum dibuka, buka dong..!" Santi berkata demikian sambil berusaha melepaskan baju saya. Saya diamkan saja si Santi yang sekarang gantian melepas baju dan celana saya. setelah saya telanjang bulat penis saya yang dari tadi memang sudah tegang langsung "ngejeplak" dengan perkasa. "Isepin punya saya dong San...!" pinta saya. Tanpa banyak omong Santi langsung menghisap penis saya dan dijilat-jilat sampai saya merasa nikmat benerrr, uuiiihh. Dengan telaten si Santi menghisap batang penis dan kepala penis saya sampai penis saya banjir air liurnya, tanpa saya sadar saya mulai menggerakkan penis saya maju mundur di dalam mulutnya. Ternyata Santi sungguh lihai permainan mulutnya hingga saya merasa penis saya sudah mau mengeluarkan sperma. "aahh... shh... Aduh.. San saya nggak tahaannn nihh... aahh." "Crettt... crettt... crettt..." keluarlah air mani saya di dalam mulutnya banyak sekali dan semua langsung ditelan oleh si Santi tanpa merasa jijik sama sekali. Setelah itu Santi bergegas ke toilet untuk kumur-kumur dan saya masih telentang di ranjang.
Sekembalinya dari toilet Santi rebahan di samping saya, dan payudaranya yang indah itu menantang saya untuk di hisap. Tanpa menunggu lagi saya langsung sergap payudaranya dan mulai bermain dengan pentilnya yang kecil dan berwarna coklat tua.
"Ahh... oouuuhh... shh... Mas.. Jimmy... ahh", Santi bergumam demikian ketika saya gigit pelan pentilnya. Tangan saya mulai merambah kebagian vaginanya dan ternyata saya baru sadar kalau vaginanya nggak ada bulunya dan jari saya langsung mengenai kelentitnya.
"Wah... bulunya kok nggak ada San...?" tanya saya di sela-sela hisapan ke payudaranya.
"Aoohh.. saya cukur Mas... sshh... biar tambah lebat numbuhnya... ahh", Santi menjawab sambil sesekali mengerang keenakan. Jari saya mulai masuk kebagian dalam vaginanya yang hangat dan mulai basah, jari saya seakan menari-nari di dalam vaginanya.
"Waaw... oouuuhh... aahh... Mas sudah dong nggak tahan nih... cepetan... sshh.." Santi menjerit dan pinggulnya bergoyang ke kiri dan ke kanan nggak karuan. Setelah itu saya langsung ambil posisi untuk memasukkan penis saya kedalam vaginanya yang sudah banjir. Ternyata Santi sudah nggak sabaran dan dia langsung mengarahkan penis saya ke dalam lubang vaginanya.
"Blesssppp... uuuaahh... ahh... ooohh..." saya mulai menggerakkan penis saya maju mundur perlahan.
"Ohh... ahh... eehhmm... San... nikmat... banget San... uuuhhgg", sambil berkata begitu saya remas payudaranya yang semakin kencang. "Iya... Mas... saya juga nikmat... nih... ooouuuhh... Mas... saya di atas ya..." Santi merengek manja ke saya. Saya turuti maunya dan saya langsung cabut penis saya dan saya gantian di bawah sedangkan Santi di atas saya. Santi langsung mengangkangi penis saya dan cepat-cepat menekan vaginanya kebawah, "Bleeepppp... slebbb... sleebbb... blesss... ahh... aahh... Masss.. ooohh", Santi menjerit kecil sambil menggerakkan vagina dan kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Sambil bergoyang saya mulai meremas lagi payudaranya dan bermain dengan putingnya yang membuat saya gemas setengah mati.
"aaduhh... ooohh... Masss... saya nggak tahaannn... aahh", Santi menjerit lagi dan saya rasa vaginanya menyemburkan cairan hangat dan menambah nikmat rasanya buat saya. Ternyata saya juga merasakan hal yang sama dan langsung saya pompa dengan cepat penis saya agar bisa mengeluarkan sperma saya di dalam vaginanya.
"Tahan San... saya juga mau keluar nihh... aahh... ahh..." dan tidak berapa lama kemudian muncratlah sperma saya untuk kedua kalinya dan kali ini keluar di dalam vaginanya.
"Croot... creettt... oouhh... Saannti... ahh", saya peluk dia kencang-kencang sambil menikmati sisa-sisa sperma yang masih keluar.
Akhirnya saya dan Santi tertidur sambil berpelukan dan keesokan paginya kita berdua bangun dan mandi berdua sambil bermain satu ronde lagi dengan menggunakan dog style. Sebelum berangkat ke stasiun kereta api. Saya titip pesan buat Ibu Ria lewat Santi untuk mengucapkan rasa terima kasih saya.
TAMAT
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar