Rumah pasangan itu pun menjadi sepi, dan Surti punya banyak waktu memilih-milih foto yang akan dipakai untuk membuat brosur pesanan sebuah maskapai penerbangan dalam negeri. Entah berapa lama Bari tertidur lelap. Surtipun semakin asyik bekerja di studionya, lupa waktu. Malam telah menggelap, ketika tiba-tiba wanita itu teringat suaminya yang ditinggal di ruang keluarga. Sambil menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal duduk menekuni slide di atas meja observasi, Surti bangkit menuju ruang tengah.
"Hei..., sudah bangun kasihku cintaku", sergah Surti karena ternyata Bari sudah bangun, walaupun masih bermalas-malasan.
Dengan cepat Surti sudah berada di sisi suaminya, menciumi pipi lelaki pujaannya itu dengan penuh kasih sayang sambil bertanya, "Mau makan sekarang?".
"Makan kamu?", goda suaminya sambil mengacak-acak rambut Surti dengan gemas.
"Ah! Orang sudah letoy begitu, masih nantangin!", sahut Surti sambil balas mengacak-acak rambut suaminya.
"Eh..., jangan memandang rendah kekuatan seorang pria, ya!" sergah Bari sambil mencoba bangkit, tetapi tidak bisa karena Surti tahu-tahu sudah duduk di pangkuannya.
"Bukan begituuu.." sahut Surti serius, "Kamu memang kelihatan letih. Perlu di isi dulu dengan makan malam yang sedap dan penuh energi!"
"Lalu..., setelah di isi?" tanya Bari sambil mencoba bangkit lagi, tetapi gagal lagi karena Surti malah menelungkup di dada suaminya.
"Ya..., gimana nanti saja!" sahut Surti sambil memeluk erat-erat suaminya dan menyembunyikan mukanya di leher orang yang sangat dicintainya itu.
"Ah, kamu ini memang suka ngatur..", sergah Bari sambil menepuk pantat istrinya dengan gemas.
"Kan, memang itu permintaan kamu tadi siang..., nanti malam kamu atur lagi, ya..., Ya, kan!?" sahut Surti tak mau kalah.
"Oke!., Oke!" Bari menyerah, "Sekarang, bagaimana kita bisa makan kalau aku di-kelonin terus seperti ini?".
Surti tertawa, lalu bangkit dan menyeret suaminya ke meja makan. Mereka menyantap ikan gurame goreng kering dan lalap aneka daun, plus sambal terasi.
Selesai makan malam yang telah betul-betul membuat Bari segar kembali, sepasang suami istri itu duduk berdampingan menonton berita malam di televisi. Seperti biasa, Surti manja merebahkan kepalanya di dada Bari yang bidang, memeluk erat lengannya, dan menopangkan satu kaki di atas pangkuan lelaki itu. Nyaman sekali rasanya berduaan seperti ini, di malam sepi yang mulai ramai penuh suara unggas malam.
Berbagai berita bermunculan di layar, tetapi Surti tak terlalu tertarik. Baginya, suami yang pulang dengan sehat dan cerita, lebih penting dibandingkan perang di sana-sini, persoalan politik di mana-mana, atau selebriti dunia yang muncul tenggelam. Semuanya tidak relevan buat Surti, sepanjang Bari ada di sampingnya, dalam pelukannya, dalam jangkauan ciumannya.
"Aku besok mau cuti saja", celetuk Bari ketika acara siaran berita menjelang usai.
"Cuti bagaimana?", tanya Surti sambil memejamkan mata menikmati detak teratur jantung suaminya yang dekat sekali di telinganya.
"Ya cuti..., artinya tidak masuk kantor..., Tinggal di rumah..., Satu hari penuh..., Dari pagi sampai malam..." ujar Bari seperti orang membacakan arti 'cuti' di kamus bahasa.
"Dan boleh begadang..", sambung Surti cepat-cepat.
Bari tertawa, "Ya. Betul..., boleh begadang. Tapi buat apa begadang, kalau tidak ada yang dikerjakan", katanya.
"Ngerjain aku, dong..." sergah Surti manja sambil memeluk lebih erat.
"Ngga mau", kata Bari kalem, "Malam ini, kan kamu yang ngatur..., Aku sih, terima beres saja, kan?"
Surti tertawa tergelak, "Kamu betul-betul ngga mau ngalah sama istri, ya!" sergahnya sambil mencubit pipi suaminya dengan gemas, tetapi cepat-cepat ia lalu mencium tempat cubitan itu ketika suaminya mengaduh.
"Memang begitu, kok, perjanjiannya...", kata Bari bersikeras.
"Ayo dong, ke kamar" sergah Surti, tetapi ia sendiri masih memeluk suaminya, masih merebahkan kepala di dadanya.
"Kamu yang harus bisa membuat aku mau ke kamar", jawab suaminya.
Surti mengangkat mukanya, "Eh..., begitu ya? Jadi aku harus merayu, begitu?" tanyanya sambil melebarkan kedua matanya yang indah itu.
Bari menghindari tatapan istrinya, pura-pura tertarik menonton berita terakhir. Surti menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak, lalu bertanya, "Aku harus berbuat apa supaya kamu mau ke kamar?".
Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi, Bari menyahut kalem, "Bagaimana kalau kamu menari bugil..".
"Apa?", jerit Surti sambil lebih membelalakkan matanya, "Ih, pikiranmu jorok ah!".
Bari terlonjak karena dicubiti oleh istrinya di pinggang, di perut, di paha, di dada, di mana-mana. Lelaki itu tertawa-tawa kegelian, dan senang karena bisa membuat istrinya terdesak dalam perdebatan. Sekarang ia tinggal menunggu, maukah Surti melakukan apa yang dimintanya itu.
Setelah puas mencubiti suaminya, Surti berseru, "Baik! Jangan tinggalkan tempat..., Saya akan kembali sebentar lagi!"
Bari tersenyum enteng, tetapi sesungguhnya ia berdebar juga. Tegang sendiri memikirkan apa yang akan dilakukan istrinya.
Surti menghilang ke dalam kamar cukup lama. Bari berkali-kali menengok, kuatir jangan-jangan istrinya meninggalkannya tidur. Jangan-jangan ia mempermainkan aku, pikirnya. Tetapi ia tidak beranjak dari kursi di depan TV yang sudah menyelesaikan tayangan siaran berita, berganti siaran musik. Ia masih menunggu, dan berharap akan benar-benar mendapat "pertunjukan istimewa" dari istri tercintanya.
Lalu tiba-tiba lampu ruangan mati. Bari tersentak, dan belum sempat menengok mencari siapa yang iseng mematikan lampu, TV-pun ikut mati. Sialan! sergah pria itu, istriku ternyata membawa remote control, dan pasti dia yang iseng.
"Jangan becanda, ah..." Bari hendak mengeluh, tetapi lalu lampu di pojok ruangan menyala. Sinarnya hanya temaram, menimbulkan suasana romantis. Dan di sana..., di depan pintu kamar tidur..., Surti berdiri dengan daster tipis yang menampakkan bahunya yang putih mulus. Ada tali kecil yang mengaitkan daster itu ke bahunya. Dalam sinar yang temaram, Surti tampak bagai sebuah manequin di etalase toko. Daster itu terlalu tipis untuk bisa menyembunyikan tubuhnya yang telanjang. Tetapi karena sinar temaram, Bari tidak bisa melihat seluruh tubuh istrinya. Lelaki itu melongo.
"E-e-e..." Surti berbisik sambil mengacungkan dan menggoyang-goyangkan telunjuknya.
"Jangan beranjak dari tempat duduk..."
Bari yang sudah siap bangun, kembali duduk, lalu tersenyum menikmati pemandangan di depannya. Boleh juga gaya istriku! sergahnya dalam hati. Mari nikmati saja pertunjukkan ini.
Surti melangkah perlahan meninggalkan pintu kamar ke arah tengah ruangan. Langkahnya gemulai, meniru Miranda di cat walk. Sudah beberapa kali Surti menonton sahabat cantiknya itu beraksi. Ia sudah tahu bagaimana berjalan agar terlihat seksi dan menawan. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis menggoda. Satu tangannya di letakkan di belakang pinggangnya, dan satu lagi melenggang santai. Bari tersenyum lebar. Bravo! tukasnya dalam hati, kalau dia sudah bosan memotret, bolehlah melamar jadi peragawati!
Sekitar tiga langkah di depan suaminya yang tertegun, Surti berhenti. Perlahan-lahan wanita seksi itu memutar tubuhnya 360 derajat. Bari berhenti tersenyum. Ia menahan nafas, melihat tubuh istrinya melintas bagai film slow motion, menerawangkan kemulusan yang tak tertutup oleh pakaian dalam. Payudara yang sintal dan tegak menantang itu terlintas, perut yang datar dan dihiasi noktah pusar bagai lesung pipit, lembah di antara dua paha yang samar-samar terlihat, dua bukit di pantatnya yang padat berisi sungguh menggemaskan. Satu persatu pemandangan indah itu melintas untuk ditatap sepuas hatinya.
Surti melakukan gerakan memutar perlahan itu dua kali. Satu ke arah kiri, satu lagi ke arah yang berlawanan. Setelah putaran kedua, Surti diam sejenak menghadap suaminya dengan kedua kaki tegak agak terentang. Ia menahan tawa melihat suaminya menelan ludah berkali-kali. Rasain!, sergahnya dalam hati, biar dia betul-betul kepengin!
Lalu, sambil tetap berdiri tegak terentang itu, Surti perlahan-lahan mengangkat satu tangannya untuk diletakkan di belakang leher. Ketiaknya yang bersih mulus segera terpampang, dan seberkas keharuman yang lembut menyeruak penciuman Bari, membuat pria itu menghela nafas dalam-dalam. Pria itu juga kemudian menahan nafas, ketika dengan perlahan-lahan, menggunakan satu tangan yang lainnya, Surti menurunkan kait daster di bahu kirinya.
Daster itu merosot sedikit. Pelan-pelan bagian atas payudara kiri Surti menyeruak. Bari menelan ludah. Bukit indah di dada istrinya itu terlihat indah kalau hanya sebagian terkuak. Samar-samar ia bisa melihat puting susunya yang kini menjadi satu-satunya penyangga sehingga daster itu tidak merosot terus untuk menampakkan seluruh bola putih mulus. Ingin rasanya Bari bangkit dan menarik daster itu. Tetapi ia tidak boleh bergerak, bukan?
Lalu Surti menggunakan tangan yang tertumpang di belakang lehernya untuk melepaskan kait daster yang lain. Dan seperti sebelumnya, daster itu merosot perlahan. Kini tertahan oleh tangan Surti yang berada di depan dadanya, sedikit di bawah kedua putingnya. Dengan cara ini, Surti menampilkan bagian atas kedua payudaranya yang ranum membusung menawan itu. Bari menelan ludah lagi, sungguh seksi terlihat istrinya, dengan dua bukit yang mengintip malu-malu dan bahu mulus terpampang bebas. Ingin sekali ia membenamkan mukanya di sana. Ingin sekali! tetapi tidak bisa, bukan?
Sambil tersenyum menggoda, Surti menurunkan sedikit tangannya yang berada di depan dada. Sedikit saja, sehingga kini sebagian dari putingnya tampak mengundang selera. Lalu wanita itu melangkah mundur perlahan-lahan. Bari mengernyitkan dahi agar bisa terus memandang jelas. Sialan! sergahnya dalam hati, kenapa dia musti mundur?
Setelah cukup jauh, dan bahkan hampir menyentuh tembok di seberang Bari, wanita seksi itu berhenti lalu berputar membelakangi suaminya. Sambil menengok dengan gayanya yang manja, Surti menggunakan satu tangannya untuk menarik bagian belakang dasternya pelan-pelan ke atas. Bari terhenyak di kursinya, merasakannya nafasnya cepat memburu, ketika melihat paha istrinya yang mulus tersingkap sedikit demi sedikit. Kain tipis itu terus naik, perlahan-lahan menampilkan bagian belakang tubuh Surti yang indah dan menggemaskan. Bari menahan nafas, ketika seluruh bulatan seksi pantat istrinya terpampang bebas. "Oh.., mengapa ia harus berdiri jauh-jauh begitu!", keluh Bari.
Apalagi kemudian perlahan-lahan Surti merenggangkan kedua kakinya dan perlahan-lahan pula membungkuk sambil tetap menahan tepian daster di pinggangnya. Bari semakin terhenyak di kursinya, memandang istrinya pelan-pelan menungging. Pantatnya yang seksi pelan-pelan menjadi bagian yang paling tinggi. Dan..., Wow..., kewanitaan istrinya terlihat indah dari belakang, agak sedikit terkuak menampakkan bagian yang tersembunyi. Bari menelan ludah entah sudah berapa kali, belum pernah ia melihat istrinya begitu menggiurkan seperti ini. Tak sadar, kejantanannya menegang membentuk sebuah tonjolan di depan celananya.
Untuk beberapa jenak Surti tetap membungkuk memamerkan bagian paling sensual dari tubuhnya. Setelah hitungan ke sepuluh, cepat-cepat wanita itu menegakkan lagi tubuhnya, sekaligus melepaskan dasternya turun menutupi kembali pantatnya. Terdengar jelas Bari mendesah kecewa, dan Surti menahan tawanya. "Malam ini dia harus memohon-mohon untuk bisa menjamahku!", sergah Surti dalam hati.
Lalu Surti berbalik lagi menghadap suaminya. Masih dengan posisi kaki agak terentang, ia melepaskan pegangan tangannya pada bagian atas dasternya. Dengan cepat, karena sudah tak terkait lagi di bahu, daster tipis itu meluncur turun. Tubuh yang menggiurkan, mulus tanpa cela, seksi, sensual, erotis, menggemaskan, mengundang remasan, putih bersih halus. Wow!., Bari berkali-kali menjerit kagum di dalam hati. Baru kali ini, ia bisa betul-betul menikmati pemandangan tubuh istrinya, padahal sudah seringkali mereka bercumbu bertelanjang bulat. Tetapi baru kali ini Bari sadar bahwa istri tercintanya adalah sebuah keindahan yang tidak hanya harus digumuli diremas, tetapi juga dipandang sepenuh kalbu.
Surti menarik sebuah kursi di dekatnya. Pelan-pelan ia duduk, tanpa sedetikpun mengalihkan pandangannya dari Bari, tanpa berhenti tersenyum tipis menggoda. Setelah duduk, perlahan-lahan Surti mengangkat satu kakinya untuk ditopangkan di sandaran kursi. Pelan-pelan Bari melihat selangkangan istrinya terkuak. Bari menahan nafas menunggu sampai lembah cinta yang selalu nikmat untuk ditelusuri dengan jari atau lidahnya itu betul-betul terkuak sempurna. Wajah Surti merona nakal dan genit menggoda, ketika akhirnya kakinya tertumpang di sandaran kursi. Selangkangannya terkuak sempurna. Terpampang sepenuhnya untuk dipandang sepuasnya oleh sang suami.
Bari bersiap untuk bangkit, tetapi gerakannya terhenti karena Surti cepat sekali mengangkat telunjuknya dan berdesah seksi, "Ssst..., jangan beranjak..., tetap di tempatmu..".
Bari kembali duduk, dan lalu membelalakkan matanya melihat apa yang sedang dikerjakan istrinya.
Surti memasukkan satu jari tengahnya ke mulutnya. Pelan sekali, dengan gaya seksi, wanita itu menyedot-nyedot jarinya sendiri, membuatnya basah dari ujung sampai ke pangkalnya. Lalu, Surti menggunakan jari yang basah itu untuk membuat sebuah alur. Pelan-pelan ia mengguratkan jarinya dari dagu, turun ke leher, turun ke antara dua bukit payudaranya, berputar naik ke salah satu putingnya yang segera bereaksi tegak lalu turun lagi ke perutnya, berputar-putar di pusarnya lalu terus turun. Bari menelan ludah dan menahan nafas. Jari itu terus turun ke selangkangan menyerong sedikit untuk melintas cepat di lepitan pertemuan antara paha dan pinggulnya lalu menyelinap di antara dua bibir kewanitaannya. Naik ke atas sampai ke lepitan yang menyembunyikan tombol asmaranya berputar sejenak di sana lalu turun lagi.
Mulut Surti terbuka sedikit, senyumnya menghilang. Gerakan ini sebetulnya di luar rencana. Wanita sensual ini tadinya hendak menghapuskan gerakan ini dari acting-nya. Tetapi entah kenapa kini ia ingin melakukannya. "Aku akan mencobanya!", sergah Surti dalam hati. Mudah-mudahan bisa.
Nafas Bari memburu keras. Ia sudah sangat terangsang oleh semua pertunjukkan Surti, tetapi kali ini benar-benar nyaris tak tertahankan karena tahu apa yang dilakukan istrinya. Wanita yang selalu menggiurkan baginya itu melakukan hal yang tak terduga, merangsang dirinya sendiri di hadapan suami. Betapa erotiknya pemandangan itu..., melihat seseorang yang terkasih merangsang dirinya sendiri, terbuka tanpa tedeng aling-aling menikmati jarinya yang lentik turun naik menelusuri lembah cintanya.
Dan Surtipun merasakan darahnya berdesir cepat ketika perlahan-lahan kenikmatan datang dari gerakannya sendiri. Ia sendiri tak kuasa lagi mencegah gerakan tangannya, yang seakan-akan secara otomatis naik turun sepanjang kanal senggamanya. Pelan-pelan kanal itu semakin basah, dan semakin lancarlah perjalanan sang jari yang lentik.
Untuk beberapa saat Bari ragu-ragu, apakah aku harus membantu? pikirnya. Tetapi ia lalu memutuskan untuk duduk saja menonton gerakan-gerakan erotis itu. Wajah Surti kini merona merah, dan matanya meredup sayup. Mulutnya semakin terbuka, dan nafasnya mulai terdengar memburu. Berkali-kali ia kelihatan menggeliat tertahan, terutama jika ujung jarinya seperti tak sengaja menyentuh bagian atas kewanitaannya.
Surti tak bisa menahan sebuah erangan keluar dari mulutnya. Sejenak ia memejamkan mata, mengurut-urutkan jarinya agak lebih keras di kanal cintanya. Beberapa kali ia melakukannya. Lalu ia membuka mata kembali, memandang suaminya yang masih duduk dengan wajah terpesona. Ia tersenyum manis. "Nah, apakah sekarang dia masih tidak mau ke kamar?", pikir Surti sambil menghentikan kegiatannya. Sambil tetap tersenyum, cepat-cepat ia bangkit dan melangkah menuju kamar. Gerakan ini dilakukan tiba-tiba, karena memang dimaksudkan sebagai surprise.
Bari tersentak ketika menyadari istrinya telah hampir sampai di kamar. Ia ragu-ragu, apakah sudah boleh berdiri dan ikut ke kamar? Ia baru saja hendak bertanya, ketika dilihatnya istrinya berhenti di ambang pintu dan menengok ke arahnya dengan gaya manja campur genit. Lalu istrinya berkata pelan nyaris berbisik, "Kalau mau masuk, ketok pintu dulu, ya!".
Belum sempat Bari mencerna ucapan itu, Surti sudah menghilang masuk kamar dan menutup pintu. Ketika terdengar suara kunci diputar, barulah Bari terlonjak bangun. Cepat-cepat ia melangkah ke kamar, dan mengetuk. Satu kali, tidak ada reaksi. Dua kali, hanya terdengar istrinya bergumam tak jelas. Tiga kali, terdengar langkah menuju pintu. Empat kali, terdengar suara Surti menggoda dari balik pintu, "Siapa itu?".
"Buka, dong, Yang..", ujar Bari dengan gaya memelas.
"Nanti dulu, saya pakai baju dulu.." kata Surti sambil menahan tawa.
"Aku nyerah, Yang..., Please jangan pakai baju lagi..." kata Bari betul-betul penuh dengan permohonan yang tulus.
Surti tertawa cekikikan mendengar ucapan suaminya. Tak tega, ia segera membuka pintu.
Apa yang kemudian terjadi di kamar itu, tak usahlah diceritakan secara rinci. Pokoknya, kegairahan suami istri itu muncul berkali-lipat lebih besar daripada percumbuan pagi hari maupun siang hari. Bari melumat habis istrinya, dan Surti megap-megap menikmat serbuan suaminya. Satu jam lebih mereka bergumul. Silakan bayangkan sendiri apa yang mereka lakukan!
TAMAT
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar