Hari Minggu Itu

Bookmark and Share

Cerita ini merupakan pengalaman dan petualangan tersendiri bagi saya tentang seks. Saya adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun. Nama saya Iwan (samaran). Cerita ini terjadi sekitar akhir tahun lalu. Dan saya nggak menyangka akan mengalaminya. Singkat cerita saya mempunyai pacar yang umurnya di bawah saya. Namanya Tia, dia masih duduk di bangku SMA kelas 2. Hubungan kami selama ini lancar-lancar saja. Keberadaan saya sangat didukung oleh orang tua pacar saya. Sebenarnya saya hubungan sama dia hanya sekedar pelarian saja. Karena sebelumnya saya baru putus sama pacar saya. Ketika itu hari minggu seperti biasa saya datang ke rumahnya. Sebenarnya pas malam minggu saya juga datang. Tapi karena dia selalu sendirian di rumah kalau pas hari minggu, jadi dia selalu minta saya menemaninya.

Ketika itu semua keluarganya pada keluar, orang tuanya ada acara, adiknya ada les tambahan di sekolahnya. Jadi singkatnya klop sudah suasana di rumah itu. Setelah semua pada pergi, akhirnya kami berdua duduk di sofa depan TV. Pada saat itu acaranya lagi film Xena The Prince Warrior. Iseng-iseng lagi nonton saya nyeletuk "Tia, toket kamu sama besar sama dia yach...", sambil saya tunjuk ke TV. Dia cuma bilang "Idih mulai genit yach." Setelah itu dia bersenderan ke bahu saya. Memang mesti diakui kalau payudara pacar saya gede banget, pokoknya bikin horny dach. Pada saat dia senderan, saya dapat melihat belahan payudara dia, karena saat itu dia pakai baju strit yang lubang lehernya sampai ke dada. "Busyet dach tuh payudara sampai-sampai nggak muat tuh baju", pikir saya saat itu. Saya sudah tidak dapat menahan lagi nafsu saya, waktu dia secara tak sengaja menggesek dadanya. Secepat kilat saya menciuminya dan melumatnya. Dia hanya bisa terengah-engah "Aachh... aachh...!" Tangan saya sudah sangat lincah untuk bergerak. Mungkin ini sudah lumrah untuk semua laki-laki kalau lagi berciuman. Payudaranya yang begitu menantang saya remas tiada henti. Ciuman saya tidak hanya di bibir saja, saya coba untuk menjelajahi lehernya dan terus bergerak turun lagi sampai ke bukit tinggi yang menantang itu.

Saya coba ciumi itu payudara dari luar bajunya. Tangan ini tidak tinggal diam, yang satu meremas tiada henti payudaranya sedang yang satu sibuk memegang pantatnya. Dia begitu terengah-engah ketika saya cium payudaranya. "Ooh say..!" itu suara yang keluar dari mulutnya. Ciuman saya pindah kembali untuk mengulum bibirnya yang seksi. Saya coba merebahkan tubuhnya di sofa itu. Ketika sedang sibuk mengulum bibirnya, saya terkejut ketika dia menaik-naikkan pantatnya. Dan ini tentunya menggesek kemaluan saya. Terus terang saja sebelumnya saya tidak berkeinginan untuk berbuat lebih jauh lagi. Tapi begitu dia sampai bereaksi demikian, saya nggak bisa menahan lagi. Saat dia mulai menaik-naikkan lagi pantatnya saya coba membuka selangkangannya. Saya gesek kemaluannya dengan kemaluan saya yang sudah tegang banget. Oh... biarpun masih terhalang oleh pakaian kami masing-masing, tapi tetap saja ada rasa hangat ketika kemaluan kami beradu.

Akhirnya saya beranikan diri untuk membuka bajunya. Dia menurut saja dan bahkan membukakan baju saya. Tangan saya semakin berani dengan membuka BH-nya. Begitu indah dua bukit itu. Segera saya lumat habis itu payudara, saya ciumi, saya gigit-gigit kecil dan dia terengah-engah. "Oh Wan... geli.. echh... aduh sakit Wan... jangan digigit!" saya nggak peduli erangannya. Tangan yang satu sibuk meremas sedang yang satu sedang membuka celananya. Dia waktu itu memakai celana panjang katun. Saya coba membuka celananya dan mengelus kemaluannya. Oh ternyata terasa lembab dan hangat. Saya mainkan kemaluan dia yang cuma terhalang oleh kain tipis. Dia menggelinjang tak karuan. "Aachh... aacchh...!" "Tia... kamu sudah basah yach...?" tanya saya. "Iyaa... aachh... sstt... aduh Wann... sstt!" dia mengerang lagi. Akhirnya saya lepas semua pakaiannya. Dan saya pun melepas semua pakaian saya. Akhirnya kini kami sudah berbugil ria. Sejenak saya pandang dia, dan saya berbisik ke dia. "Tia... kita pindah ke kamarmu saja yach..?" dia mengangguk lemah.

Setelah di kamar, saya lanjutkan permainan tadi. Saya lumat lagi bibirnya, saya remas payudaranya dan saya selipkan jari tangan yang satu kedalam vaginanya, dia terengah kaget. Dia menggelinjang tak karuan. "Aacchh... aachh... sstt!" Saya gosok jari itu keluar masuk. Dia semakin gila menggelinjang. Saya gosok terus jari itu sampai suatu saat di mengejang panjang, mungkin dia sudah mencampai klimaksnya. "Aauuchh... aahh... Iwann... aachh!" "Crett... crett... crett..." jari ini basah kuyup oleh lendirnya. Saya nggak peduli dia sudah klimaks. Saya lumat bibir dia dan terus menyusuri lehernya dan terhenti di dua buah bukit tinggi itu. Tangan saya meremasnya dan mulut ini tak henti menghisapnya. Erangannya mulai terdengar lagi kala saya hisap itu bukit.

Saya mainkan putingnya yang sudah mengeras. Saya gigit-gigit kecil sampai dia menggelinjang-gelinjang kegelian. Pada saat saya tak dapat menahan lagi penis saya untuk melaksanakan kerjanya. Saya membuka kakinya itu melebar. Begitu ujung penis saya beradu dengan vaginanya, begitu hangat dan lembut yang terasa. Saya coba menekan pantat ini, dia mengerang dan tusukan saya meleset. Begitu sempit vagina itu. Saya coba lagi setelah saya ludahi penis saya. Saya bimbing penis saya dengan tangan kanan saya. Saya tekan penis saya sampai masuk kepalanya saja. Tia menjerit kesakitan, "Aachh... Wan sakiit... aachh!" Saya coba tenangkan dia. Setelah dia tenang, saya tekan lagi penis saya. Saya sudah nggak peduli jeritan Tia. Saya masukkan habis penis saya sampai pangkalnya. Tia menjerit-jerit dan meggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menangis sambil menahan sakit. "Iwaann... aacchh... jangan dii... aacchh... aacchh... sakiitt... sakiitt Waann!" Memang saya juga agak terasa ngilu karena sempitnya vaginanya. Setelah penis saya amblas semua, saya coba keluar masukan penis saya. Tia masih mengerang-ngerang kesakitan. Tapi lama kelamaan erangan kesakitan itu mulai berubah menjadi erangan kenikmatan. "Oohh... sstt... aachh... aacchh...!" Saya coba percepat goyangan saya. Dan Tia pun mulai aktif menggoyang pinggulnya. Begitu terasa nikmat sekali. "ooh... Tia... truss... aacchh... aacchh!" "Waann... aacchh... sstt... aawww... aacchh!" Tiba-tiba Tia mengerang kejang, rupanya dia sudah mencapai klimaksnya lagi. "Waann... aacchh... nggaak kuuaatt... aacchh... aachh!" Crett... crett... crett, dia mengeluarkan maninya lagi. Saya pun mulai merasa ada sesuatu yang memaksa keluar dari penis saya ini. Saya percepat kayuhan itu dan akhirnya, "Aahh... Tiaa... aacchh... sstt!" Crett... cret... crett.. sperma saya juga akhirnya keluar dengan deras.

Kami akhirnya terkulai lemas di atas kasur. Kukecup bibirnya dan dia tersenyum manis. "Maafkan saya Tia, kesucianmu sudah saya ambil." Dia tersenyum sambil mengeluarkan air mata. Dia memeluk saya erat sekali. Sungguh saya sebenarnya nggak berniat terlalu jauh sama Tia. Tapi setan telah merasuk sampai saya dan Tia berbuat maksiat itu. Saya telah menyelewengkan arti cinta ke dalam nafsu bejat. Itulah pengalaman pertama saya dalam seks. Dan itu cuma berlangsung sekali antara saya sama Tia. Karena tak lama setelah Lebaran Idul Fitri kami berpisah. Biarpun telah berpisah, saya tak akan mungkin melupakannya. Terutama hari Minggu itu. "Maafkan saya Tia, I will always love you hanny, wherever you are!"


TAMAT

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar