Dalam siang yang tentram
kubuka jendela lebar-lebar
menangkap hawa luar:
Langit yang ramah
dan sejalur ranting leci
membayang nampak pada kaca
di daun jendela.
Lonceng pun berbunyi
dua belas kali.
Dan kipas listrik berputar.
Serba tenang, serba tentram.
Ketika menengok ke bawah
nampak orang-orang yang lamban kepanasan
di jalan batu bata.
Serta lebih jauh lagi
nampaklah Sungai Mutiara
yang lebih payah dari semuanya.
Payah tapi damai.
Tirai sutra Cina penuh berbunga
menambah indah kamar ini.
Dan aku berdandan
di depan lemari berkaca yang besar
serta penuh ukiran naga.
Dalarn sepi dan damai.
Sekarang aku merasa tentram
setelah semalam bergulat dalam diri
dan meredakan rindu dengan mengerti.
Tentu
masih juga mengenangkan
tanah kelahiranku
tetapi bersama kesabaran.
Tanpa menulis sajak-sajak
tanpa bertekun di atas buku
aku ingin memuasi sepi.
Dan sambil membuat lingkaran-lingkaran
dengan asap rokok
kunikmatilah sebuah istirah
yang lumayan.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar