Setan-setan burik di belakangku bersorak girang menambah gairahku. "Dik Dina sayang, kamu nggak kecewa khan karena Mas benar-benar sangat menginginkan keperawananmu sayang?" tanyaku cuek. Ia mengangkat wajahnya sambil tersenyum manis.
"Dina serahkan apa yang bisa Dina persembahkan buat Mas Ari, Dina ikhlas, lakukanlah Mas kalau Mas benar-benar menginginkannya", sahutnya lirih. "Horeee... asyiik Ar... sikat sekarang, wes ewes ewes sampai bablas", teriak setan-setan burik di belakangku. Jemari tangan kananku yang masih berada di selangkangannya mulai bergerak menekan ke gundukan bukit kemaluannya yang masih perawan itu lalu kuusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas. Dina memekik kecil dan mengeluh lirih, kedua pelupuk matanya dipejamkan rapat-rapat, sementara mulutnya yang mungil meringis lucu, wajahnya yang manis nampak sedikit berkeringat. Kuraih kepalanya dalam pelukanku dengan tangan kiri dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Kucium rambutnya yang harum.
"Ooohmm... mm... masss", bisiknya lirih.
"Enaak sayang kuusap-usap begini", tanyaku bernafsu.
"hh... iiyyaa mass", bisiknya polos. Astaga dia sudah nafsu nih pikirku dalam hati. Jemariku yang nakal kini bukan cuma mengusap tapi mulai meremas bukit kemaluannya dengan sangat gemas.
"Aakkhh... sakit Mas aawww..." Dina memekik kecil dan tubuhnya terutama pinggulnya menggelinjang keras. Kedua pahanya yang tadi menjepit pergelangan tangan kananku direnggangkan. Kuangkat wajah dan dagu Dina ke arahku, matanya masih terpejam rapat, namun mulutnya sedikit terbuka sehingga giginya yang putih kentara jelas. Aku merengkuh tubuhnya agar lebih merapat ke badanku lalu kembali kukecup dan kucumbu bibirnya dengan bernafsu. Tangan kirinya meraih pinggangku dan memegangi kemejaku kuat-kuat.
Puas mengusap-usap bukit kemaluannya, kini jemari tangan kananku bergerak merayap ke atas, mulai dari pangkal pahanya terus ke atas menelusuri pinggangnya yang kecil ramping tapi padat, sambil terus mengusap kurasakan ujung jemariku mulai berada di kaki pegunungan apelnya yang sebelah kiri. Dari balik baju kaosnya yang ketat aku dapat merasakan betapa padat gunung apelnya itu. Aku mengelus perlahan di situ lalu mulai mendaki perlahan, satu... dua... tiga.. jemari tanganku seketika meremas kuat buah dadanya yang seperti apel itu saking gemasnya. Empuk dan kenyal tapi terasa padat. Seketika itu pula Dina melepaskan bibirnya dari kuluman bibirku. Mulutnya memekik kesakitan, "aawww... Mas Ar sakitt... jangan keras-keras dong meremasnya", protes Dina sambil tetap tersenyum manis. Bibirnya tampak sangat basah sedikit berliur. Maklum waktu kucumbu tadi air liurku sengaja kubasahkan ke bibirnya. Habisnya nikmat sekali rasa bibirnya kalau basah.
Kini secara bergantian jemari tanganku meremas kedua buah dadanya dengan lebih lembut. Dina menatapku dengan senyumnya yang mesra. Ia membiarkan tanganku menjamah dan meremas-remas kedua buah dadanya sampai puas. Hanya sesekali ia merintih dan mendesah lembut bila aku meremas susunya sedikit keras. Kami saling berpandangan mesra, kupandangi sepuasnya wajah manisnya, sampai akhirnya aku sudah tak kuat lagi menahan desakan batang penisku yang sudah tegang, aku takut alat vital kesayanganku itu bisa patah gara-gara salah posisi. "Auuggghh.." aku menjerit lumayan keras. Aku meloncat berdiri. Dina yang tadinya sedang menikmati remasanku pada buah dadanya jadi ikutan kaget.
"Eeehh... kenapa Mas?"
"Aahh anu sayang... punya Mas sakit nih", sahutku sambil buru-buru kubuka celana panjangku di hadapannya. Aku tak peduli, toh bagaimanapun dia pasti melihat juga nanti alat kelamin kesayanganku itu. Sruuut.... celana panjangku melungsur ke bawah, sementara Dina yang tak menyangka aku berbuat demikian hanya memandangku dengan terbelalak kaget. Cuek... daripada batang penisku kram nggak bisa bergerak mending kubuka saja sekalian CD-ku dan "Tooiiing", batang penisku yang sudah tegang itu langsung mencuat dan mengacung keluar mengangguk-anggukan kepalanya naik turun persis burung kutilang kalau sedang menari-nari. "aawww... Mas Ari jorok", Dina menjerit kecil sambil memalingkan mukanya ke samping. Jemari kedua tangannya di tutupkan ke mulut dan wajahnya. "He... he..." aku terkekeh geli batang meriamku sudah kelihatan tegang berat, urat-urat di permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua.
Kepala penisku terasa cenut-cenut melepas kebebasan setelah kurang lebih 1 jam terpenjara di dalam CD-ku yang sempit dan sumpek, maklum CD-ku memang sejak kemarin belum kuganti jadi baunya yaa... tahu sendirilah. Batang penisku ini nggak panjang-panjang benar kok cuma sekitar 14 centi-lah kurang sedikit, tapi yang membuatku bangga adalah bentuknya yang mirip punya bintang film Tarzan-X Rocco Siffredi, montok dan berurat, diameternya aku nggak pernah ngukur tapi yang jelas cukup memuaskanlah buat ngesex kupikir. Sementara Dina masih menutup muka tanpa bersuara, kukocok batang penisku dengan tangan kananku, "Uuuaahh... nikmatnya", sambil melepaskan ketegangan urat-urat yang menonjol keras di permukaan batang penisku akibat tergencet CD-ku tadi. Batang penisku itu tampak berkeringat basah, mungkin karena hawa di dalam CD-ku yang panas atau mungkin karena CD-ku yang belum kuganti. Ketika tanganku yang kupakai ngocok tadi kucium. Wweeeghh... huuuekkk, baunya ampun... sialan pikirku.
"Dina sebentar yaa... Mas mau cuci punya Mas dulu yaa... bau nih soalnya", sahutku tanpa kupedulikan dirinya lagi, aku segera ngibrit ke belakang, batang penisku yang sedang "ON" tegang itu jadi terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ke sana ke mari ketika aku berlari. Aku geli sendiri sekaligus tak sabar ingin segera kembali ke hadapannya lagi. Dalam kamar mandi segera kubasahi rudal patriotku dengan air dingin. Wiihh... dingin saat kepala rudalku kusiram air dari cebok, lalu kuambil sabun Claudia mengandung hand body yang masih baru kubuka tadi pagi dan kusabuni batang penisku sampai bersih mulai dari 2 butir telurku sampai kepala penisku yang semakin tambah ereksi saja. Teng... teng... teng rasanya aliran darah yang mengalir makin banyak ke batang penisku. Aduuh... maak, geli-geli nikmat saat air yang bercampur sabun itu kuusapkan dan kukocok-kocokkan ke batang penisku itu. Ngeres pikirku, dan aku mulai membayangkan sebentar lagi batang penisku yang masih perjaka ini akan berjuang untuk menembus liang vagina milik Dina yang sempit dan hangat, merobek selaput dara keperawanannya dan bersarang di dalam vaginanya lalu kugesekkan keluar masuk sampai penisku ejakulasi dan memuntahkan air mani sepuasnya, aahh nikmatnya. Apalagi aku yakin selama satu minggu ini aku tak ber-onani-keke. Waah.. bisa muncrat banyak sekali nih, mm.. teng... teng...teng, batang penisku bergerak naik turun sendiri. Lho... aku geli sendiri melihatnya. Lalu segera kubasuh lagi rudal patriotku dengan air sampai bersih, dan sebelum kubasuh sempat pula kucukur beberapa helai rambut kemaluanku dengan Gillette biar agak lebih ganteng sedikit, sebab aku khawatir Dina ogah melihat bulu kemaluanku yang amat sangar saking lebatnya. Lagian kalau bulu kemaluanku sedikit kan lebih asyik waktu merasakan jepitan liang vagina milik Dina nantinya. Aku ngibrit keluar dari kamar mandi sambil setengah berlari kembali ke ruang tamu. Seperti tadi batang penisku kembali terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ke sana kemari. Di ruang tamu kulihat kekasihku Dina masih terduduk di atas sofa dan begitu melihatku keluar berlari tanpa pakai celana jadi terkejut lagi melihat batang penisku yang sedang tegang bergerak manggut-manggut naik turun.
"aawww..." teriaknya kembali sembari mulut dan mukanya ditutup lagi dengan kedua jemari tangannya. Aku tersenyum senang penuh nafsu yang ingin meledak rasanya.
Melihat tubuhnya yang masih memakai baju dan celana ketat itu aku jadi gemas kepingin segera melucutinya satu persatu sampai bugil. Aahh... aku ingin segera menyetubuhinya saja rasanya. Tapi aku berusaha menahan diri, itu tidak adil, aku ingin kami berdua harus bisa merasakan kenikmatan yang sama. Aku tidak mau terjadi... nantinya salah satu merasa rugi. kalau aku sih pasti puass tapi bagaimana dengan Dina? Dia pasti kesakitan nanti saat kusetubuhi karena dia masih perawan. Waah... aku harus merangsangnya dulu sampai dia orgasme sebelum kuperawani, perkara nanti saat kusetubuhi dia bisa orgasme lagi yah bagus bisa sama-sama puas. Waahh, ini benar-benar detik-detik yang mendebarkan dan menegangkan. Satu perjaka dan satunya perawan. Sama-sama belum punya pengalaman seks selain cuma pakar di bidang film-film BF. Ingin rasanya hatiku bersorak saking nggak percayanya bahwa hari ini kesempatan emas itu telah datang tanpa kurencanakan sebelumnya.
"Iiihh... Dik Dina... takut apa sih, kok mukanya ditutup begitu", tanyaku geli.
"Itu Mas, punya Mas", sahutnya lirih.
"Lhoo... katanya sudah sering nonton film BF kok masih takut, Dik Dina kan pasti sudah lihat di film itu kalau alat vital punya cowok itu bentuknya gini, nah ini yang asli dik, the real thing sayang", sahutku geli. Dalam hati nih cewek barangkali kepingin tahu bagaimana rasanya digampar pakai penis cowok,
"Iya... m..Mas, tapi punya Mas mm besar sekalii", sahutnya masih sambil menutup muka.
"Yaach... ini sih kecil dik dibanding di film nggak ada apa-apanya, itu khan film barat, punya mereka jauh lebih gueedhee... kalau punya Mas kan ukuran orang Indonesia sayang, ayo sini dong punya Mas kamu pegang sayang, ini kan milik Dik Dina juga", sahutku nakal.
"Iiih... malu aah Mas, jorok."
"Alaa.. malu-malu sih sayang, Mas Ari yang telanjang saja nggak malu sama kamu, masa Dik Dina yang masih pakaian lengkap malu, ayo dong sayang punya Mas dipegang biar Dik Dina bisa merasakan milik Dik Dina sendiri", sahutku sembari kuraih kedua tangannya yang masih menutupi muka, pada mulanya dia menolak sambil memalingkan wajahnya ke samping, namun setelah kurayu-rayu akhirnya mau juga kedua tangannya kubimbing ke arah selangkanganku, namun kedua matanya masih dipejamkan rapat. Dalam hati malu-malu tapi mau, jangan-jangan kalau sudah diberi, batang penisku malah diobok-obok, Joshua kali ngobok-obok air. Jantungku berdegup kencang juga saat melakukan itu, soalnya bagaimanapun juga seumur hidup belum pernah aku telanjang di depan cewek sambil mempertontonkan alat vitalku sendiri, apalagi sampai dipegang-pegang segala. Wheeh... seperti mimpi rasanya saat jemari kedua tangan Dina mulai menyentuh kepala penisku yang sedang ereksi. Apalagi batang penisku masih tetap manggut-manggut nggak bisa diam, Maklumlah the first time. Pada mulanya jemari tangannya hendak ditarik lagi saat menyentuh batang penisku yang ereksi namun karena aku memegang kedua tangannya dengan kuat, dan memaksanya untuk memegang benda kesayanganku itu, akhirnya ia hanya menurut saja saat kurayu dia agar mau melakukannya.
Pertama kali Dina hanya mau memegang dengan kedua jemarinya yang mungil. "Aah... terus sayang pegang erat dengan kedua tanganmu dik", rayuku penuh nafsu.
"Iiih... keras sekali Mas", bisik Dina sambil tetap memejamkan matanya. Wajahnya yang manis kelihatan tegang dan sedikit berkeringat.
"Iya sayang, itu tandanya Mas sedang ereksi sayang, ayo dik genggam dengan kedua tanganmu, aahh..." aku mengerang nikmat saat tiba-tiba saja Dina bukannya malah menggenggam lagi tapi malah meremas kuat. Ia terpekik kaget.
"Iiih sakit mass..." tanyanya melihatku berteriak dan menggelinjang geli dan nikmat, remasan kedua jemari tangannya yang halus itu seolah membuat diriku kesetrum keenakan. Dina menatapku gugup.
"Ooouhh Dik Dina jangan dilepas sayang, remas seperti tadi lekas sayang oohh..." erangku lirih. Dina yang semula agak gugup, seakan mengerti lalu jemari kedua tangannya yang tadi sedikit merenggang kini bergerak dan meremas batang penisku seperti tadi. Aku melenguh nikmat, "Aagghhghh mm... mm.." kulihat Dina kini sudah berani menatap rudal patriotku yang kini sedang diremasnya itu, aku tak tahu apa yang sedang ada dalam pikirannya, aku tak peduli, yang kurasakan kenikmatan luar biasa saat jemari kedua tangannya itu secara bergantian meremas batang dan kepala penisku dengan mesra. Jemari kiri berada di atas kepala penisku sedang jemari yang kanan meremas batang penisku. "Ssshh.... sshh" aku hanya bisa mendesis dan melenguh panjang pendek menahan rasa nikmat yang tak terkira. Dalam hatiku diremas begini saja sudah selangit rasanya apalagi dijepit pakai vaginanya apa aku nggak pingsan saking nikmatnya. "ssshh... ssshh.... oohh... sshh.. Dina... terusss sayang, yaahh... ohh... ssshh", lenguhku nikmat. Dina memandangku sambil tersenyum manis, wajahnya tak lagi malu-malu seperti tadi. Bahkan dengan bersemangat ia kini malah mulai mengusap-usap maju mundur, setelah itu digenggam dan diremas seperti semula tetapi kemudian ia mulai memompa dan mengocok batang penis kesayanganku itu maju mundur, srrrtt... srrtt, "Aakkkhh... ssshh.... ssshh..." Aku menggelinjang menahan nikmat, seakan terbang ke awang-awang, "ssshh aaggghh..." Dina semakin bersemangat melihatku merasakan kenikmatan, ia tertawa kecil melihatku hanya bisa mendelik setengah mangap saking enaknya. Kedua tangannya bergerak makin cepat maju mundur mengocok alat vitalku. Aku semakin tak terkendali, ini kalau dibiarkan bisa-bisa air maniku muncrat sia-sia,
"Dik Dina... aahhgghh... sshh... awas air mani Mas mau keluarr...." teriakku keras.
"Iiihh..." Tiba-tiba Dina meloncat berdiri begitu kukatakan kalimat itu dan ia melepaskan remasan tangannya dan berdiri ke sebelahku, sementara pandangan matanya tetap ke arah batang penisku yang baru dikocoknya, mungkin ia mengira air maniku akan segera muncrat keluar dan membasahi mukanya kalau ia tak segera pergi. Antara rasa geli dan nikmat akhirnya aku hanya bisa mengatur pernapasan saja agar rasa nikmat yang menggelora tadi tidak sampai membuat air maniku muncrat keluar. Wuuiih hampir saja terjadi banjir lokal,
"Oooh... hh... Dik Dina kok lari sih..." bisikku lirih disisinya.
"Iiih..." katanya,
"Tadi itunya mau keluar mass... kok nggak jadi?" tanyanya polos. Ih, nih anak pikirku kebanyakan nonton BF barangkali. Kuraih tubuh Dina yang berada di sampingku dan kupeluknya dengan gemas, Dina menggelinjang manja saat kurapatkan badanku ke tubuhnya yang mungil sehingga buah dadanya yang bundar montok bak buah apel itu terasa menekan dadaku yang bidang. Mm.., eenaak, sementara aku mencari-cari bibirnya, Dina merangkulkan kedua lengannya ke leherku, wajahnya yang amat manis itu begitu dekat sekali dan tiba-tiba ia pun mengecup bibirku dengan mesra, aku membalasnya dengan ganas, kulumat habis bibir mungilnya itu sampai Dina megap-megap kehabisan napas.
Sementara itu tanpa Dina sadari alat vitalku yang masih full tegang itu kurasakan menekan kuat bagian pusarnya, karena memang tubuhnya lebih pendek dariku. Sementara bibir kami bertautan mesra, jemari tanganku mulai menggerayangi bagian bawah tubuhnya, dua detik kemudian jemari kedua tanganku telah berada di atas bulatan kedua belah bokongnya. Kuremas gemas sambil kuusap-usap dengan mesra, sambil kuremas jemariku bergerak memutar di bokongnya itu sehingga aku dapat lebih merasakan kekenyalan daging bokongnya yang padat menggairahkan itu. Dina merintih dan mengerang kecil dalam cumbuanku. Lalu kurapatkan bagian bawah tubuhnya ke depan sehingga mau tak mau batang penisku yang tetap tegang itu jadi terdesak perutnya lalu menghadap ke atas. Dina tak memberontak dan diam saja. Sementara itu aku mulai menggesek-gesekkan alat vitalku yang tegang itu di perutnya, seet... seet... nikmatnya, untung saja Dina kekasihku itu memakai baju kaos yang lembut kainnya sehingga tidak sampai membuat penisku nyeri. Namun baru juga 10 detik tiba-tiba ia melepaskan ciuman dan pelukanku dan tertawa-tawa kecil, "Ihh... Dik Dina apaan sih kok ketawa", tanyaku heran sambil lidahku menjilati bagian atas bibirku yang basah oleh air liur kekasihku Dina, mm manis rasanya.
"Abisnya... Mas Ari sih, kan Dina geli digesekin kaya gitu", sahutnya sambil terus tertawa kecil. Waduuh... pikirku nih cewek nggak tahu kalau aku sudah nafsu setengah mati, malah sempat hahahihi segala.
Aku segera merengkuh tubuhnya kembali ke dalam pelukanku, dan ia pun tak menolak saat aku menyuruhnya untuk meremas alat vitalku seperti tadi. Dalam pelukanku kurasakan dengan lembut jemari tangan kanannya mengusap dan mengelus-elus rudal patriot kesayanganku dan sesekali diremasnya dengan penuh kemesraan. Aku menggelinjang nikmat. "aagghh... Dina... terus sayang..." bisikku mesra. Wajah kami saling berdekatan dan Dina kekasihku itu memandang wajahku yang sedang meringis menahan rasa nikmat sambil tersenyum manis. "Enaak ya mass..." bisiknya mesra. Dalam hati benarkan dugaanku sebelumnya, pertama malu-malu setelah diberi malah ngobok-obok, tapi peduli amat, rasanya selangit kok. Aku mengecup bibirnya yang nakal itu dengan bernafsu, Dina memejamkan mata namun jemari tangannya kurasakan semakin gemas saja mempermainkan batang penisku bahkan mulai mengocok seperti tadi, aku tak tahan, bisa muncrat kalau digituin terus. Kulepaskan kecupan dan pelukanku. "Gerah nih sayang, Mas buka baju dulu yaah sayang", kataku sambil terus mencopot kancing kemejaku satu persatu lalu kulemparkan sekenanya ke samping. Kini aku benar-benar polos dan telanjang bulat di hadapan kekasih kecilku itu. Kulihat Dina masih tetap mengocok batang penisku maju mundur sambil wajahnya tetap memandangku tersenyum manis. Sekarang aku tahu caranya untuk mengontrol nafsuku, sengaja tak kukonsentrasikan pikiranku pada batang penisku yang sedang dipermainkan kekasihku itu. Aku mencoba memperlambat permainan seks yang mendebarkan ini dan mengajaknya sedikit berkomunikasi. "Sayang... kau suka yaa sama alat kelamin Mas", tanyaku nakal. Sambil tetap mengocok alat vitalku Dina menjawab pertanyaanku dengan polos. "mm... suka sih Mas... habis punya Mas lucu juga, keras banget Mas kayak kayu", ujarnya tanpa malu-malu lagi. Lucu? Lha wong penis kok lucu, memang bentuknya begini. "Lucu apanya sih?" tanyaku penasaran. Dina memandangku sambil tersenyum makin manis saja namun wajahnya sedikit memerah, gemes. "mm... pokoknya lucu saja", bisiknya lirih tanpa penjelasan. Aku jadi gemas dan kembali bernafsu. "Gitu yaa... kalau mm... punya Dik Dina seperti apa yaa... Mas pengen liat dong", kataku nakal. Dina mendelik sambil melepaskan tangannya dari penisku.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar