Kumpulan Puisi Bertema Serenada
SERENADA MERAH PADAM
Sekawan kucing
berpasang-pasangan
mengeyong di kegelapan.
Sekawan kucing
mengeyong dengan bising
mengeyong dengan panas
di kegelapan.
Manisku! Manisku!
Sekawan kucing
berpasang-pasang
saling menggosokkan tubuhnya
di kegelapan.
Seekor kucing jantan
menyapukan kumisnya yang keras
ke bulu perut betinanya.
Maka yang betina berguling-guling
di atas debu tanah.
Menggeliat dan berguling-guling
tak terang pandang matanya.
Serta dari mulutnya
keluar suara panjang,
kerna telah dilemahkan
seluruh urat badannya.
Manisku! Manisku!
Dengarlah bunyi kucing
mengganas di kegelapan.
Seekor kucing jantan
menggeram dengan dalam
di leher betinanya.
Maka
selagi sang betina kecapaian
ia pun menyeringai
di kegelapan.
SERENADA KELABU
Bagai daun yang melayang.
Bagai burung dalam angin.
Bagai ikan dalam pusaran.
Ingin kudengar beritamu!
2
Ketika melewati kali
terbayang gelakmu.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
Pintu pun kubuka lebar-lebar.
Ketika aku duduk makan
kuingin benar bersama dirimu.
SERENADA HITAM
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan Panjiku:
Akan kuurai sanggul rambutku
tergerai
bagai ratap tangis dan dukaku.
Nasib telah menikam diriku dari belakar
Nasib telah memeras mataku.
Dan menjalar kuman-kuman yang gatal
di kedua susuku.
Wahai, mereka telah mengungkai
sebuah dada yang bidang
dari pelukanku!
Panji adalah pelita gemerlap
bersinar dalam puriku.
Kini betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Mengapa mereka rintangi
cinta yang tak'kan terpisahkan?
Mengapa mereka bendungi
derasnya arus air kali?
Wahai, betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Akan kutempuh
ujung pisau pengkhianatan.
Akan kutantang
kuburan kedengkian.
Karena puriku tiada lagi berlampu.
2
Kemari; Kemarilah, Manisku!
Tengadahlah memandang mataku
dan kuciumi seluruh wajahmu.
Diamlah, Candra Kirana, Kekasihku!
Cinta tak bisa dipisahkan
api tak terpadamkan.
Akan kutantang segala rintangan
tanpa lari ke dalam hutan.
Bangkitlah dari ratap tangismu.
Akan kupeluk di tempat lapang.
Kubimbing tanganmu
di bawah langit dan terang.
Cinta yang tidur dalam kesedihan,
ketika bangkit menemu mentari yang gemilang.
Marilah, Candra Kirana!
Kita rampas kemenangan
dan kita tepiskan kematian.
0, betapa kubenci kehancuran
dan kuyakin hari yang gemilang.
Kemarilah, Candra Kirana!
Lelakimu di sini:
pohon pautan tempat berpegang.
Keluarlah dari hutan!
Di sini kita kawin.
Di sini kita berpelukan.
DI bawah mentari.
Di bawah langit siang.
3
Kami tak dapat dipisahkan:
Caedra Kirana dan Panji.
Kami cantik, tampan dan remaja.
Mentari adalah hakim percintaan.
Cinta yang berjalan dalam duka cita
tetap menatap ke muka
dan akan menemu perumahan yang aman.
Menepislah pengkhianatan.
Menepislah kematian.
Kami akan gigih biar karatan.
Dan percaya akan kemenangan
biarpun di atas kuburan.
Tak ada maut bagi cinta.
Tak ada kelayuan
bagi bunga kehidupan.
SERENADA PUTIH
Kesepiannya mengurung jerit hatinya.
Pandangnya yang dirahasiakan
terasa juga oleh lelaki itu.
DI jalan orang memetik gitar
cecak di tembok
dan rindu di hatinya:
bagai bayang-bayangnya yang gelap.
Ketika terdengar
bunyi lonceng tembok
lelaki itu memandangnya.
la pun menunduk.
Tergerai rambutnya
bagai malam.
Gadis yang sangsi pada diri
memendam segala rasa
dalam berpura.
Terkunci mulutnya.
Menunduk matanya.
Semakin berpura
semakin panas ia.
Rindunya murni
bagai permata belum diasah
bagai rahasia belum disingkapkan.
Cecak berbunyi dalam kantuknya
dan gemetarlah sepi
di kamar itu.
Lelaki itu menjamahnya
dan membisikkan kata-kata
dengan napas yang melemaskan.
Angin menumbuki kaca jendela.
Sepatu terantuk kaki meja.
Maka:
dalam pelukan gemetar
pertukaran napas ganas
menemu kuncinya.
Lalu:
cium pertamanya.
Kemudian:
dikatakanlah segalanya.
SERENADA VIOLET
Lalu terdengarlah suara
di balik semak itu
sedang bulan merah mabuk
dan angin dari selatan.
Lalu terbawa bauan sedap
bersama desahan lembut
sedang serangga bersiuran
di dalam bayangan gelap.
Tujuh pasang mata peri
terpejam di pohonan.
Dengan suara-suara lembut aneh
dan bau sedap dari jauhan
datanglah fantasi malam.
Lalu terdengarlah suara
di balik semak itu
pucuk rumput bergetaran
kali mengalir tanpa sadar.
Sebuah pasangan
telah dikawinkan bulan.
SERENADA BIRU
Alang-alang dan rumputan
bulan mabuk diatasnya.
Alang-alang dan rumputan
angin membawa bau rambutnya
2
Mega putih
selalu berubah rupa
membayangkan rupa
yang datang derita.
3
Ketika hujan datang
malamnya sudah tua:
angin sangat garang
dinginnya tak terkira
Aku bangkit dari tidurku
dan menatap langit kelabu.
Wahai, janganlah angin itu
menyingkap selimut kekasihku!
SERENADA HIJAU
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan.
Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Dan kubayangkan
sedang kautunggu daku
sambil kaujalin
rambutmu yang panjang.
Home » WS Rendra » KARYA RENDRA | Kumpulan Puisi Bertema Serenada
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar